Garuda Indonesia GIA2112 take off bersama jemaah kloter 12, di Bandara SIM, Jumat pagi (30/5). Foto Kemenag Aceh.
BeritaHaji.id - Kisah haru datang dari rombongan Kloter 11 Embarkasi Aceh yang telah tiba di Tanah Suci Mekkah Kamis, 29 Mei 2025, pukul 07.46 waktu Arab Saudi atau sekitar pukul 12.00 WIB.
Di antara jemaah yang berangkat, terdapat sosok inspiratif, yakni Nek Munira (74), warga Gampong Lheue Cureh, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar.
Menabung 19 Sambil Menatap Pesawat
Perjalanan Nenek Munira untuk menunaikan rukun Islam kelima bukanlah perkara mudah. Selama 19 tahun, ia menabung sedikit demi sedikit dari hasil panen sawahnya yang tak seberapa. Sejak ditinggal wafat suaminya pada 2002, Munira harus menghidupi lima anaknya.Di kampung halamannya, Munira kerap ke sawah bersama kakak iparnya. Keduanya hampir selalu pergi berdua dalam setiap aktivitas. Salah satu kenangan paling membekas terjadi pada 2006, saat Munira mengantar kakak iparnya ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Blang Bintang, untuk berangkat ke Tanah Suci.
Dari balik pagar bandara, Munira yang kala itu berusia 55 tahun hanya bisa melambaikan tangan dengan mata berkaca-kaca, mengiringi kepergian orang terkasihnya. Sejak saat itu, setiap kali pesawat melintas di atas sawah tempatnya bekerja, hatinya bergetar menahan haru.
“Lam cot uroe watee lon di blang, lon kalon nyan kapai haji di ateuh, sedih cit lon kalon. Lon meudoa ‘Ya Allah, kak lon ka trok panggilan, peu keuh lon ek trok u tanoh suci’. (Saat di sawah, saya melihat pesawat haji melintas. Hati saya sedih. Saya berdoa, ‘Ya Allah, kakak saya telah Kau panggil, mungkinkah saya juga bisa sampai ke Tanah Suci)," ujarnya.
Sejak saat itu, Munira mulai menyisihkan sebagian hasil panennya untuk ditabung.
“Dari hasil sawah, yang penting makan dulu, lalu kebutuhan anak-anak. Setelah itu saya bayar zakat, dan sisanya saya tabung. Kadang bisa satu juta, kadang dua juta, tergantung sisa yang ada,” ujarnya.
Anak-anak Munira mendukung penuh impian sang ibu. Uang hasil penjualan padi ia serahkan kepada anak keduanya, lalu diteruskan kepada anak ketiga yang tinggal terpisah. Tabungan tersebut tidak hanya disimpan, tetapi juga diinvestasikan dalam bentuk emas dan sapi.
Seiring waktu, tabungan Munira pun bertambah. Pada 2012, ia merasa yakin simpanannya cukup untuk mendaftar haji. Pendaftaran itu pun dilakukan oleh anak bungsunya, Almuzanni.
Adapun Almuzanni, menyampaikan bahwa seluruh biaya keberangkatan haji sang ibu murni berasal dari hasil jerih payah menjual padi yang ditabung dan diinvestasikan selama hampir dua dekade.
Sempat Tertunda Berangkat Haji
Kala itu, petugas memperkirakan Munira akan berangkat pada 2018. Namun, takdir berkata lain. Renovasi Masjidil Haram yang mengurangi kuota haji membuat namanya belum termasuk dalam daftar keberangkatan. Tahun-tahun berikutnya, pandemi Covid-19 kembali menunda impiannya.Harapan itu akhirnya kembali muncul. Seorang saudaranya yang bekerja sebagai petugas haji di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar menyampaikan kabar bahwa nama Munira masuk dalam daftar calon jemaah haji tahun 2025.
“Alhamdulillah, tahun ini saya mendapat panggilan, setelah lama menunggu,” ujar Munira dengan mata berkaca-kaca.
Rasa syukue Namira semakin bertambah karena sang anak sulung, Syahrial Fardi, juga dapat mendampinginya. Hal ini berkat kebijakan Kementerian Agama yang mengizinkan percepatan keberangkatan bagi pendamping jemaah lansia.