Kisah Yunita Mahasiswi Undip, Naik Haji Usia Muda Sambil Rawat Lansia Tetangganya

redaksi
0
Yunita Dina Frida bersama nenek Punah Ngasidin, gadis asal desa Pagendisan, Winong, Pati, Jawa Tengah itu berhaji sambil merawat lansia tetangganya tersebut. Foto ist.

BeritaHaji.id
- Usianya baru 19 tahun, tapi sudah beruntung naik haji dan menunjukkan ketangguhan dan kedewasaan luar biasa dalam menjalani rukun Islam kelima itu. Dialah Yunita Dina Frida, gadis asal desa Pagendisan, Winong, Pati, Jawa Tengah.

Yunita berangkat ke tanah suci sendirian, tanpa kawalan orang tua, menggantikan ayahnya yang wafat pada 2021.

“Seharusnya saya berangkat bersama mama pada 2022. Saat itu, saya mengurus semua berkas meski masih baru berusia 17 tahun,” ujar Yunita.

Namun, dari pihak imigrasi menyatakan usianya belum memenuhi persyaratan. Akhirnya, Mahasiswi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (FISIP Undip) Semarang menunda keberangkatan hingga tahun ini, saat mendapat izin cuti kuliah.

Perjalanan spiritual penuh tantangan

ini mengatakan bahwa perjalanan spiritual ini bukan tanpa tantangan. Berangkat haji seorang diri tanpa pendamping keluarga, Yunita mengaku diliputi perasaan campur aduk: sedih, cemas, dan sepi.

“Perasaan saya benar-benar campur aduk. Antara sedih karena harus meninggalkan keluarga di momen sakral, cemas menghadapi perjalanan spiritual yang panjang, dan rasa sepi di tengah ribuan jamaah lain yang kebanyakan didampingi keluarga,” ujarnya.

Di tengah jutaan jamaah haji dari berbagai belahan dunia, Yunita harus menjalani ibadah secara mandiri. Namun, di balik itu semua, ia merasa bangga karena mampu menjalani rukun Islam kelima dengan kekuatan diri sendiri.

Berhaji sambil merawat lansia tetangganya

Tak hanya fokus pada ibadah pribadi, Yunita juga memikul tanggung jawab sosial yang tidak ringan. Merawat dan mendampingi seorang jemaah lansia yang menunaikan ibadah haji seorang diri tanpa keluarga.

Yunita mengatakan bahwa ia merasa terpanggil secara pribadi dan sosial untuk membantu, apalagi setelah diminta secara langsung oleh anak dan cucu beliau.

Nenek Punah Ngasidin (86 tahun), wanita yang ia rawat merupakan tetangganya, hanya beda RT.

“Saya menganggap ini amanat. Selama di tanah suci, saya memastikan kebutuhan beliau terpenuhi. Mendampingi saat sakit, membantu menjalani ibadah, dan menjaga beliau dengan sebaik mungkin,” tutur gadis kelahiran Pati, 3 Juni 2005 ini.

Saat ditanya tentang cara dia membagi waktu antara kebutuhan ibadah pribadi dengan membantu lansia, Yunita menjawab mantap penuh kebahagiaan.

Ia menata cermat jadwal ibadahnya agar tetap bisa melaksanakan rukun haji secara khusyuk sembari memenuhi tanggung jawab pendampingan. Selain itu, Yunita juga aktif berkoordinasi dengan petugas kloter dan kesehatan jika diperlukan.

Dalam menjalani ibadah sekaligus pendamping lansia, Yunita ingat betul pesan dari ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia setempat, yang menyatakan bahwa setiap membantu hamba Allah harus diniati ibadah. Sebab, amal baik satu yang dilupakan akan digandakan oleh Allah.

Perjalanan haji Yunita merupakan potret nyata tentang kekuatan, tanggung jawab, dan kepedulian sosial generasi muda. Ia tidak hanya menunaikan ibadah untuk diri sendiri. Akan tetapi juga menjadi pelayan bagi sesama, menjadikan setiap langkah sebagai bentuk pengabdian kepada Allah dan kemanusiaan.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top