MUI Ingatkan Pemerintah soal Transisi Haji Harus Bertahap

Ma'rifah Nugraha
0
Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan dalam penutupan International Annual Conference on Fatwa MUI Studies. Foto MUI.

BeritaHaji.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mewanti-wanti pemerintah agar cermat mengawal masa transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Badan Penyelenggara Haji (BP Haji).

Salah satu sorotan MUI adalah pentingnya istitha'ah bukan hanya dari sisi jamaah, tapi juga kesiapan lembaga penyelenggara.

Sekretaris Jenderal MUI Buya Amirsyah Tambunan menegaskan bahwa perubahan ini harus dijalankan secara bertahap dan terukur.

“Di masa transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kemenag ke BP Haji betul-betul ingin mengingatkan pemerintah terkait tahapan demi tahapan dalam perubahan undang-undang haji ini,” kata Buya Amirsyah dalam penutupan International Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ACFS) ke-9, Minggu, 27 Juli 2025.

Buya Amirsyah juga menyinggung pentingnya pengelolaan keuangan haji yang tepat guna dan sesuai prinsip ekosistem keuangan syariah.

“Pengelolaan keuangan haji harus transparan, akuntabel, dan sungguh-sungguh,” tegasnya.

Senada, Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh mengingatkan agar distribusi manfaat dari dana haji dilakukan secara adil dan proporsional bagi calon jamaah.

“Hal itu semata-mata untuk kepentingan penyelenggaraan ibadah haji yang baik dan benar,” ujarnya.

Kemudiaan, lanjut dia, mendorong literasi calon jamaah haji yang pada hakikatnya sudah mampu untuk segera mendaftar.

"Jangan sampai ini masih lama, tapi dia ga ikut antri. Berarti dia bisa kehilangan kesempatan untuk menunaikan kewajibannya. Sekalipun antri, kalau dia sudah wajib, ikut antri," tegasnya.

Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, ini menjelaskan bahwa jika seseorang sudah memenuhi istitha'ah namun tidak segera mengambil langkah, lalu meninggal dunia, maka ia masih memiliki utang kewajiban haji.

“Baru caranya dengan badal haji, tetapi kalau pada hakikatnya sudah istitha'ah, uangnya ada, kesehatannya cukup, tapi ga ikut antri untuk proses menuju ibadah haji, berarti dia belum menuju pada penunaian kewajiban,” jelasnya.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta itu menambahkan, MUI hadir untuk memberi panduan keagamaan dalam aktivitas negara, termasuk dalam pengelolaan dana haji oleh BPKH.

"Termasuk bersama BPKH agar tasaruf yang dilakukan BPKH memperoleh perspektif keagamaan yang sahih," ungkapnya.

Ia juga menekankan bahwa fatwa keagamaan MUI harus kontekstual dan berpihak pada kemaslahatan masyarakat.

Di sisi lain, Anggota Pelaksana BPKH Harry Alexander menyampaikan apresiasinya kepada MUI, terutama Komisi Fatwa, yang telah memberikan arahan dalam tata kelola keuangan haji.

“Prinsip syariah inilah yang kami gunakan berdasarkan fatwa MUI agar pengelolaan keuangan syariah ini tidak hanya aman, likuid, memberi nilai manfaat kepada jamaah haji, tetapi memberikan kenyamanan bagi jamaah haji bahwa uangnya dikelola secara syariah, tidak dikelola asal-asalan, semua dipenuhi dengan baik,” ujar Harry.

Ia menegaskan bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan MUI akan menjadi pedoman bagi BPKH.

“Kami berkomitmen menjalankan undang-undang dan fatwa MUI,” tutupnya.

Diketahui, Konferensi yang berlangsung sejak Sabtu, 26 Juli 2025 hingga Senin, 28 Juli 2025 di Hotel Sari Pacific, Menteng, Jakarta Pusat ini mengangkat tema "Peran Fatwa Dalam Mewujudkan Kemaslahatan Bangsa". Di momen penutupan, MUI dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga meluncurkan buku Himpunan Fatwa Haji MUI.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top