Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446H/2025M. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Pelaksanaan pelayanan kesehatan jemaah haji Indonesia tahun 1446 Hijriah atau 2025 Masehi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Strategi pencegahan yang diterapkan terbukti efektif menurunkan angka kesakitan hingga kematian jemaah selama menjalankan ibadah di Tanah Suci.
Capaian ini dipaparkan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Liliek Marhaendro Susilo, dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1446H/2025M yang digelar di Serpong, Tangerang, Selasa, 29 Juli 2025.
"Ini menunjukkan bahwa strategi pencegahan yang kami terapkan berjalan efektif,” ujar Liliek saat memberikan paparan pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446H/2025M.
Menurut Liliek, kebutuhan layanan kesehatan jemaah haji di titik-titik krusial seperti Arafah dan Mina menurun drastis. Penurunannya bahkan mencapai 30 hingga 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, jumlah jemaah lanjut usia non-mandiri yang mengikuti safari wukuf juga berkurang. Tahun ini tercatat hanya 34 orang, jauh lebih rendah dibanding 53 orang pada musim haji 2024.
“Ini hasil dari penguatan tata laksana penyakit serta kesiapsiagaan tim medis kita di lapangan,” jelas Liliek.
Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) juga mencatat penurunan signifikan dalam kasus penyakit yang kerap membayangi jemaah haji seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif, dan diabetes melitus dalam dua tahun terakhir.
Meski demikian, angka kematian jemaah tercatat masih mencapai 447 orang.
Namun Liliek menyebut hal ini tidak mengurangi keberhasilan program Istithaah kesehatan yang sudah berjalan.
“Angka kematian di kelompok usia di bawah 60 tahun menurun. Ini indikasi bahwa istitaah kesehatan sudah berjalan baik,” paparnya.
Penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian jemaah, mencakup 47,2 persen dari total kasus. Disusul oleh penyakit paru (23,9 persen) dan syok septik (15,7 persen).
Sekitar 80 persen jemaah haji tahun ini diketahui memiliki komorbid, meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Namun berkat pembinaan dan pemantauan kesehatan intensif, mereka tetap bisa menjalani ibadah secara aman.
"Vaksinasi Covid-19 dan influenza yang difasilitasi oleh Kementerian Kesehatan Arab Saudi juga turut mendukung ketahanan fisik jemaah," jelasnya.
Pembinaan kesehatan jemaah sejak jauh hari disebut menjadi salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan layanan kesehatan haji tahun ini.
“Pembinaan kesehatan sejak T-1 tahun sebelum keberangkatan rata-rata mencapai 99,9 persen. Namun yang perlu ditingkatkan adalah pembinaan sejak dua tahun sebelumnya (T+1), yang saat ini baru mencapai 9,7 persen,” ungkap Liliek.
Ia pun mendorong kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan efektivitas program kesehatan haji, termasuk keterlibatan calon petugas haji, asosiasi haji, serta pemerintah daerah.
Pemeriksaan kesehatan gratis, skrining JKN, serta integrasi data antara Kemenkes, Kemenag, dan BPJS juga akan terus diperkuat.
“Semakin cepat skrining kesehatan dilakukan, semakin mudah mengendalikan faktor risiko, dan semakin siap jemaah secara fisik dan administratif,” tegas Liliek.
Liliek memastikan Pusat Kesehatan Haji terus berupaya meningkatkan kualitas layanan kesehatan jemaah, termasuk dalam menghadapi perubahan kebijakan pemerintah Arab Saudi dan tantangan cuaca ekstrem di Tanah Suci.
"Pusat Kesehatan Haji akan terus meningkatkan kualitas layanan serta merespons tantangan penyelenggaraan haji, termasuk perubahan kebijakan dari Arab Saudi dan kondisi lingkungan ekstrem di Tanah Suci," tandasnya.