Muhammadiyah Ingatkan Jangan Biayai Haji dari Dana Haram

Ma'rifah Nugraha
0
Jemaah Haji di depan Kakbah. Foto Kemenag.

BeritaHaji.id - Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Masudi, menegaskan pentingnya pembiayaan haji yang sesuai syariat dalam sebuah ceramah bertajuk "Pembiayaan Haji dalam Perspektif Tarjih" di Masjid KH Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu, 13 Agustus 2025.

Dalam kultum siang itu, Masudi menggarisbawahi tiga prinsip utama agar haji benar-benar mabrūr yajni kemampuan finansial (istithā‘ah māliyyah), kehalalan sumber dana, serta tata kelola yang efisien.

Ceramah dibuka dengan pertanyaan interaktif: Apakah biaya haji dianggap mahal atau murah? Masudi bahkan menyiapkan hadiah Rp50 ribu bagi jemaah yang berani menjawab.

Salah satu jemaah menyebut haji “mahal” karena keterbatasan finansial. Jemaah lain menilai “murah” bila dibandingkan dengan besarnya pahala.

“Penilaian ini bergantung pada situasi masing-masing individu,” kata Masudi.

“Bagi warga Indonesia, haji relatif mahal. Tetapi bagi warga Makkah atau Madinah, haji bisa murah meriah,” lanjutnya, dikutip dari laman Muhammadiyah.

Masudi mengutip Al-Qur’an bahwa haji hanya diwajibkan bagi yang mampu, sebagaimana firman Allah: wa lillāhi ‘ala al-nāsi ḥijju al-baiti.

Di Indonesia, menurutnya, aspek istithā‘ah terbagi dua yakni kesehatan dan kemampuan finansial. Ia menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan, agar tak ada jemaah yang wafat di Tanah Suci karena kondisi tubuh yang tak siap.

Namun, Masudi memberi sorotan lebih pada aspek finansial, khususnya kehalalan dana. Ia menegaskan bahwa dana haji harus berasal dari sumber halal, sesuai fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah.

“Majelis Tarjih sudah menerbitkan buku fikih anti-korupsi yang jelas menegaskan: haji harus dibiayai dari harta halal,” tegasnya.

Ia menyayangkan masih adanya pejabat yang menggunakan dana hasil korupsi untuk berhaji, terutama dalam skema haji plus atau haji furūdah yang biayanya jauh lebih tinggi dibanding haji reguler.

Masudi juga mengingatkan soal larangan penggunaan bunga bank konvensional untuk dana haji. Dalam fatwa Muhammadiyah, bunga bank termasuk dana non-halal.

“Kalau kita masih punya dana di bank konvensional, kita harus tahu bagaimana menyalurkan bunganya,” katanya. Dana semacam itu, lanjutnya, seharusnya disalurkan untuk kepentingan sosial, bukan untuk membiayai ibadah.

“Dalam perbankan syariah, bunga bank dikategorikan sebagai dana non-halal yang tidak boleh diakui sebagai pemasukan pribadi,” jelasnya.

Selain soal sumber dana, Masudi menyoroti tata kelola dana haji yang belum sepenuhnya transparan dan efisien. Ia mengangkat kasus “Gosmen” dalam penyelenggaraan haji 2024 yang tengah diselidiki KPK sebagai contoh buruk pengelolaan.

“Dana haji harus mengikuti prinsip akuntansi syariah, dikelola secara terbuka, dan hasilnya diumumkan kepada publik,” ujarnya.

Ia mendorong agar dana haji juga memberi manfaat sosial, termasuk bagi ormas Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan lainnya. Bahkan, ia mengusulkan agar pihak swasta dilibatkan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan haji.

“Di Arab Saudi, haji dikelola delapan perusahaan swasta. Di Indonesia, ormas Islam harus dilibatkan untuk mengurangi tumpang tindih peran regulator dan eksekutor,” katanya.

Masudi juga mengkritik dugaan adanya kartel haji yang diduga menguntungkan segelintir pihak. Ia mendorong sistem yang terbuka dan partisipatif agar tidak terjadi monopoli dalam penyelenggaraan.

Menariknya, Masudi kembali menghidupkan ide lama soal moda transportasi haji lewat jalur laut. Ia menyebut gagasan KH Sudja tentang “kapal haji” yang dulu ditolak pemerintah kolonial Belanda, layak dipertimbangkan kembali.

Menurutnya, konsep itu bisa menjadi moda transportasi alternatif yang memadukan nilai ibadah dan wisata.

Di sisi lain, ia menyinggung durasi haji reguler di Indonesia yang mencapai 40 hari, jauh lebih lama dibanding haji plus (25 hari) atau haji furūdah (20 hari atau kurang). Pemangkasan durasi dinilai bisa memangkas biaya.

“Negara lain bisa menyelenggarakan haji dengan biaya lebih murah, meskipun jemaahnya lebih sedikit. Kenapa kita tidak bisa?” ujarnya.

Menutup ceramah, Masudi merangkum tiga fatwa utama dari Majelis Tarjih Muhammadiyah yang wajib jadi rujukan pembiayaan haji yakni fikih anti-korupsi, keharaman bunga bank, dan fikih tata kelola yang efisien.

“Semoga ibadah haji kita benar-benar dari dana halal dan dikelola dengan baik,” pungkasnya.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top