Jemaah Haji Indonesia. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak tinggal diam soal rencana revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Pengelolaan Keuangan Haji.
MUI menyatakan siap berkontribusi aktif dalam pembahasan substansi regulasi demi menjamin pelaksanaan haji yang syar’i dan profesional.
Komitmen ini ditegaskan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Ni’am Sholeh. Menurutnya, MUI ingin memastikan ibadah haji sebagai rukun Islam kelima bisa dijalankan dengan sempurna oleh umat Islam Indonesia.
“Sebagaimana kita tahu bahwa masalah penyelenggaraan ibadah haji itu, isu utamanya adalah soal ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima," ujar Kiai Ni’am kepada MUIDigital di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2025.
MUI bahkan sudah membentuk tim khusus yang melibatkan Komisi Fatwa serta Komisi Hukum dan HAM untuk merumuskan usulan revisi undang-undang. Prof Ni’am ditunjuk sebagai salah satu pimpinan dan penanggung jawab utama tim tersebut.
Ia menyebut, negara memiliki tanggung jawab besar dalam menjamin kelancaran ibadah haji warganya.
“Tugas negara memastikan setiap muslim yang memiliki kewajiban haji dapat menunaikan ibadah hajinya secara baik,” tegasnya.
Menurutnya, pelaksanaan haji tak hanya soal ibadah inti, tapi juga menyangkut sarana pendukung seperti transportasi, akomodasi, perizinan, hingga manasik.
“Semua elemen ini dipandang sebagai sarana (wasāil) yang mendukung pelaksanaan ibadah haji secara sempurna sebagai tujuan utamanya. Batu pijaknya adalah aspek kesempurnaan pelaksanaan ibadah haji. Nah, yang lain bersifat wasāil atau sarana,” jelasnya.
MUI pun mulai merumuskan sejumlah substansi penting yang akan dituangkan dalam draf revisi UU. Ada tiga poin utama yang menjadi perhatian:
1. Aspek Istiṭā‘ah (Kemampuan Calon Jamaah)
MUI mendorong adanya kejelasan parameter istiṭā‘ah agar penetapan kewajiban haji tepat sasaran dan tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.2. Kesempurnaan Manasik Haji
MUI menekankan pentingnya jaminan terhadap pelaksanaan seluruh rangkaian manasik, mulai dari ihram, tawaf, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, lempar jumrah, hingga penyembelihan al-hadyu.3. Pengelolaan Keuangan Haji Sesuai Syariah
Dana haji harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip syariah, merujuk pada fatwa-fatwa MUI. Hal ini untuk memastikan bahwa dana umat digunakan secara amanah dan sesuai ketentuan agama.Prof Ni’am menegaskan bahwa fokus MUI tetap pada aspek keagamaan, sesuai mandat dan kompetensi lembaga. Semua masukan ini akan dikawal MUI agar masuk dalam revisi undang-undang demi menjaga kemabruran ibadah haji dan perlindungan maksimal bagi jamaah.