Jemaah tertua Debarkasi Surabaya asal NTT, Fatahula La Aba berusia 104 tahun. Foto Humas Kanwil Kemenag Jatim
BeritaHaji.id - Usia tak menghalangi niat suci Fatahula La Aba. Di usianya yang telah menyentuh 104 tahun, pria asal Maumere, Nusa Tenggara Timur, ini sukses menuntaskan ibadah haji tahun ini.
Lebih hebat lagi, ia melakukannya tanpa kursi roda dan tanpa pendamping.
Fatahula tercatat sebagai jemaah haji tertua Debarkasi Surabaya tahun 2025. Ia lahir pada 14 Desember 1920 dan berasal dari Desa Gunung Sari, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka.
Fatahula tercatat sebagai jemaah haji tertua Debarkasi Surabaya tahun 2025. Ia lahir pada 14 Desember 1920 dan berasal dari Desa Gunung Sari, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka.
Penampilannya saat tiba di Debarkasi Surabaya mencuri perhatian. Langkahnya masih kokoh meski pendengarannya sudah mulai terganggu.
“Alhamdulillah, seumur hidup saya belum pernah opname di rumah sakit. Saya juga tidak punya penyakit seperti darah tinggi, kolesterol maupun diabetes,” kata Fatahula saat ditemui, Rabu, 9 Juli 2025.
Fatahula mengaku tak punya rahasia khusus soal kesehatannya. Ia menyebut semua ini adalah anugerah dari Sang Pencipta.
“Saya rasa ini merupakan karunia yang Allah SWT berikan untuk saya,” tuturnya.
Pria yang semasa muda berprofesi sebagai nelayan ini berangkat berhaji seorang diri. Sang istri sudah lebih dulu meninggal dunia. Ia pun mendaftar haji sejak 2019 dan akhirnya bisa berangkat tahun ini berkat program prioritas lansia.
“Alhamdulillah dapat berangkat tahun ini karena program prioritas lansia. Anak saya sebenarnya mau mendampingi, akan tetapi karena masa pendaftaran haji belum 5 tahun, jadi belum bisa berangkat tahun ini,” ungkapnya.
Selama di Tanah Suci, Fatahula menunjukkan semangat luar biasa. Arifin Daeng Ahmad, rekan sekamar Fatahula selama haji, menyebut pria 104 tahun itu bisa menjalankan semua rangkaian ibadah tanpa hambatan berarti.
“Alhamdulillah, beliau dapat melakukan tawaf tanpa bantuan kursi roda bahkan di sana beliau membantu mendorong rekan jemaah yang memakai kursi roda. Beliau setiap hari ikut tawaf,” kata Arifin yang kini berusia 60 tahun.
Namun, teman-teman serombongan kadang tak mengajak Fatahula ke Masjidil Haram saat di Makkah, khawatir fisiknya kelelahan karena jarak hotel yang cukup jauh. Tapi Fatahula justru tak suka diperlakukan demikian.
“Ketika tahu dirinya tidak diajak, beliau biasanya marah karena merasa masih mampu,” ujar Arifin.
Tak hanya tawaf, selama fase penting di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), Fatahula juga menjalankan seluruh ibadah tanpa mengikuti skema murur (melintas saja tanpa bermalam). Dia memilih tetap tinggal sesuai ketentuan, layaknya jemaah pada umumnya
Soal konsumsi, Fatahula juga tak perlu menu khusus lansia. Ia tetap menyantap makanan reguler seperti jemaah lainnya karena kondisi fisiknya yang dinilai masih prima
Usai menuntaskan rukun Islam kelima, Fatahula berharap hajinya diterima Allah SWT.
“Semoga perjalanan haji saya diterima Allah SWT dan pulang menjadi haji mabrur,” harapnya.
“Alhamdulillah, seumur hidup saya belum pernah opname di rumah sakit. Saya juga tidak punya penyakit seperti darah tinggi, kolesterol maupun diabetes,” kata Fatahula saat ditemui, Rabu, 9 Juli 2025.
Fatahula mengaku tak punya rahasia khusus soal kesehatannya. Ia menyebut semua ini adalah anugerah dari Sang Pencipta.
“Saya rasa ini merupakan karunia yang Allah SWT berikan untuk saya,” tuturnya.
Pria yang semasa muda berprofesi sebagai nelayan ini berangkat berhaji seorang diri. Sang istri sudah lebih dulu meninggal dunia. Ia pun mendaftar haji sejak 2019 dan akhirnya bisa berangkat tahun ini berkat program prioritas lansia.
“Alhamdulillah dapat berangkat tahun ini karena program prioritas lansia. Anak saya sebenarnya mau mendampingi, akan tetapi karena masa pendaftaran haji belum 5 tahun, jadi belum bisa berangkat tahun ini,” ungkapnya.
Selama di Tanah Suci, Fatahula menunjukkan semangat luar biasa. Arifin Daeng Ahmad, rekan sekamar Fatahula selama haji, menyebut pria 104 tahun itu bisa menjalankan semua rangkaian ibadah tanpa hambatan berarti.
“Alhamdulillah, beliau dapat melakukan tawaf tanpa bantuan kursi roda bahkan di sana beliau membantu mendorong rekan jemaah yang memakai kursi roda. Beliau setiap hari ikut tawaf,” kata Arifin yang kini berusia 60 tahun.
Namun, teman-teman serombongan kadang tak mengajak Fatahula ke Masjidil Haram saat di Makkah, khawatir fisiknya kelelahan karena jarak hotel yang cukup jauh. Tapi Fatahula justru tak suka diperlakukan demikian.
“Ketika tahu dirinya tidak diajak, beliau biasanya marah karena merasa masih mampu,” ujar Arifin.
Tak hanya tawaf, selama fase penting di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina), Fatahula juga menjalankan seluruh ibadah tanpa mengikuti skema murur (melintas saja tanpa bermalam). Dia memilih tetap tinggal sesuai ketentuan, layaknya jemaah pada umumnya
Soal konsumsi, Fatahula juga tak perlu menu khusus lansia. Ia tetap menyantap makanan reguler seperti jemaah lainnya karena kondisi fisiknya yang dinilai masih prima
Usai menuntaskan rukun Islam kelima, Fatahula berharap hajinya diterima Allah SWT.
“Semoga perjalanan haji saya diterima Allah SWT dan pulang menjadi haji mabrur,” harapnya.