Kemenag Sebut Haji 2025 Penuh Tantangan Dibanding Tahun Sebelumnya

Ma'rifah Nugraha
0
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief. Foto Kemenag DKI Jakarta.

BeritaHaji.id - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Salah satunya adalah perubahan drastis dalam kebijakan akses ke Kota Mekah yang diberlakukan pemerintah Arab Saudi.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, menyampaikan langsung kondisi tersebut dalam acara penutupan operasional haji Debarkasi Jakarta Pondok Gede, Kamis, 10 Juli 2025.

Ia mengungkapkan sejumlah kendala yang membuat operasional haji kali ini berlangsung dalam situasi yang tak mudah.

“Tahun lalu, masuk Mekah masih mudah. Tahun ini, sangat sulit sekali masuk ke Kota Mekah. Tidak ada seorang pun yang diizinkan berada di Kota Mekah tanpa memiliki legalitas,” ungkap Hilman.

Bahkan, dampak dari aturan ketat tersebut dirasakan langsung oleh warga lokal hingga pekerja non-penduduk Mekah.

“Orang Mekah sendiri, termasuk orang Mekah yang KTP-nya bukan Mekah, itu akan diusir. Pekerja-pekerja yang sudah bertahun-tahun tinggal di Mekah juga tidak boleh ada yang di Mekah, harus keluar dari Kota Mekah,” jelasnya.

Situasi ini berimbas langsung pada operasional layanan haji Indonesia. Banyak pekerja pendukung logistik dan teknisi yang terpaksa angkat kaki karena tidak memiliki dokumen identitas Mekah.

“Termasuk tukang masak kita, pegawai-pegawai yang biasa menggunakan alat-alat seperti mesin di dapur, teknisi, yang tidak memiliki KTP Mekah harus keluar. Jadi memang sepi sekali di Mekah sekarang,” katanya.

Hilman bahkan mengibaratkan suasana di kota suci itu seperti saat pandemi COVID-19.

“Sepi sekali di Mekah, seperti musim COVID. Toko-toko banyak yang tutup karena tidak ada yang jaga. Dapur-dapur kita hampir merugi karena pegawainya hampir ditangkap,” ujarnya.

Tak hanya itu, penyelenggaraan oleh travel haji pun terdampak serius. Salah satu masalah yang mencuat adalah krisis muthawif pembimbing ibadah haji di tanah suci.

“Beberapa travel haji krisis muthawif karena tidak semua muthawif itu punya ekonomi Mekah. Kalau di Arab Saudi, kalau rumahnya dari Medina atau di kota lain, situasinya menjadi mencekam dan ketat sekali,” ungkap Hilman.

Meski dihadapkan pada sederet tantangan, Hilman tetap menyampaikan apresiasi terhadap seluruh petugas haji.

“Semua memiliki pandangan yang sama, kepentingannya yang sama, posisi yang sama-sama pentingnya pada kesuksesan haji yang tidak dilakukan oleh satu tim yang lain,” katanya.

Ia mengakui, sebagai penyelenggara haji, ada konsekuensi besar yang harus dihadapi, terutama dalam hal kedisiplinan menjalankan tugas.

“Itulah konsekuensi kita sebagai penyelenggara. Tentu ada banyak hal yang berlaku pada kita sekalian, dan pelayanan yang terjadi selalu tidak bisa dilepaskan dari kedisiplinan tugas kita,” tegasnya.

Hilman juga bersyukur karena tingkat kematian jemaah haji tahun ini lebih rendah secara persentase dibanding tahun lalu, meski menghadapi keterbatasan dan tekanan operasional.

“Saya ingin menyampaikan, jumlah yang wafat sampai hari ini hanya berbeda 15 dengan tahun lalu. Tapi tahun lalu kita mendapat banyak kuota, 20 ribu tambahan. Artinya presentasenya tahun ini lebih baik,” katanya.

Di akhir sambutannya, Hilman menyinggung soal masa depan pengelolaan ibadah haji di Indonesia yang belum sepenuhnya pasti.

“Kita masih menunggu perkembangan, apakah Kementerian Agama masih akan menangani haji tahun depan atau sudah bergeser ke badan haji. Ini konsekuensi dari kebijakan politik yang dirumuskan oleh pemerintah saat ini,” tutupnya.

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top