Diskusi Forum Legislasi yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen. Foto Himpuh.
BeritaHaji.id - Ketua Tim 13 Asosiasi Travel Haji dan Umrah, Muhammad Firman Taufik, menyampaikan empat catatan kritis terhadap draft Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) yang tengah digodok DPR RI.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa,19 Agustus 2025
Menurut Firman, revisi RUU PIHU akan berpengaruh besar terhadap masa depan ekosistem ekonomi berbasis keumatan di Indonesia.
"Revisi UU PIHU akan sangat menentukan masa depan ekosistem perekonomian berbasis keumatan yang sudah terbentuk. Sejarah akan mencatat kemana para pembuat kebijakan berpihak,” ujarnya dilansir dari Himpuh News.
Tim 13 Asosiasi sendiri telah aktif menyuarakan berbagai masukan ke publik dan para pemangku kepentingan. Salah satunya lewat kegiatan edukasi dan rilis media untuk mengajak masyarakat mencermati dinamika pembahasan RUU PIHU.
Tak hanya itu, mereka juga telah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) kepada fraksi-fraksi di DPR RI.
Empat Catatan Kritis
Firman merinci empat poin penting yang menjadi sorotan pihaknya terhadap isi RUU tersebut.Pertama, soal kuota haji khusus. Ia mengusulkan agar rumusan kuota 8 persen yang sebelumnya tertulis sebagai ‘maksimal’ diubah menjadi ‘minimal’. Artinya, porsi haji khusus dari kuota nasional tak boleh kurang dari 8 persen.
Kedua, menghapus seluruh pasal yang melegalkan konsep umrah mandiri. Firman menilai, umrah sebaiknya tetap diselenggarakan oleh pihak yang memiliki otoritas dan pengalaman, bukan individu secara mandiri.
Ketiga, Asosiasi meminta agar peran mereka secara resmi diakui dalam regulasi. Menurut Firman, asosiasi seyogianya menjadi mitra strategis pemerintah sekaligus representasi dari para pelaku usaha di sektor ini.
Keempat, pihaknya mendesak penghapusan sejumlah pembatasan terhadap jemaah. Di antaranya, aturan haji kedua yang sebelumnya harus menunggu 18 tahun agar dipersingkat menjadi cukup 5 tahun. Selain itu, perlu adanya pengaturan teknis soal upgrade layanan dari haji reguler ke haji khusus.
"Sejatinya regulasi dibuat untuk kemaslahatan masyarakat dan bangsa," ucap Firman.