Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Penyelenggaraan ibadah haji tidak bisa lagi dipandang sebagai urusan domestik semata. Kebijakan lintas negara kini jadi sorotan utama, seiring perubahan sistem layanan haji dari Pemerintah Arab Saudi yang semakin kompleks pascapandemi.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, menekankan pentingnya penyelarasan regulasi antarnegara dalam tata kelola haji. Hal itu disampaikannya dalam paparan di Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446 H/2025 M yang digelar di Tangerang, Selasa, 29 Juli 2025.
“Isu penting yang ingin saya soroti adalah inter-state regulation, bahwa penyelenggaraan haji tidak cukup hanya mengacu pada regulasi nasional, tapi juga harus selaras dengan kebijakan yang berlaku di Arab Saudi,” ujar Hilman.
Menurut Hilman, transformasi kebijakan haji di Arab Saudi sangat signifikan sejak pandemi Covid-19. Dampaknya dirasakan langsung oleh negara-negara pengirim jemaah, termasuk Indonesia.
"Transformasi ini terutama terlihat dari sistem layanan yang kini lebih melibatkan sektor swasta dalam kerangka kebijakan pemerintah," ujarnya.
Hilman menjelaskan, sejak 2022 Saudi mulai menerapkan sistem layanan berbasis Muassasah. Setahun kemudian, muncullah istilah baru yakni Syarikah.
"Setahun kemudian, pada 2023, muncul nomenklatur baru yaitu Syarikah, meski saat itu karakteristiknya masih menyerupai Muassasah," tambahnya.
Memasuki 2024, aturan soal Syarikah diperketat. Satu perusahaan hanya diizinkan melayani maksimal 100 ribu jemaah.
Tidak hanya itu, tahun ini Arab Saudi membuka peluang lebih luas bagi syarikah non-muassasah untuk ikut terlibat dalam pelayanan jemaah dari berbagai negara.
"Dan untuk 2026 mendatang, kemungkinan diberlakukan sistem multisyarikah terbatas, di mana misi haji dengan lebih dari 100.000 jemaah bisa dilayani lebih dari dua syarikah, tentu dengan izin khusus dari Kementerian Haji Arab Saudi (Kemenhaj),” paparnya.
Hilman mengingatkan, dinamika kebijakan yang terus berubah ini harus direspons dengan sinergi yang kuat. Bukan hanya antarinstansi dalam negeri, tapi juga dengan para mitra internasional.
“Di dalam negeri, perlu kolaborasi erat antar kementerian dan lembaga seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, Pemda, TNI/Polri, maskapai penerbangan, otoritas bandara, perguruan tinggi, pondok pesantren, penyedia katering, hingga ormas Islam. Di luar negeri, kita harus memperkuat koordinasi dengan GACA, rumah sakit, rumah pemotongan hewan, SFDA, serta para penyedia layanan (syarikah) di Arab Saudi,” tandasnya.
Rakernas Evaluasi Haji 2025 ini digelar selama empat hari, mulai 28 hingga 31 Juli 2025. Forum ini diikuti berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Badan Penyelenggara (BP) Haji, Komisi VIII DPR RI, Kedutaan Besar Arab Saudi, Kementerian dan Lembaga terkait, BPKH, hingga Kanwil Kemenag se-Indonesia.