Jemaah haji asal Indonesia saat di tanah suci. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Meski mendapat dukungan, sejumlah catatan kritis ikut disampaikan oleh anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq.
Persetujuan tersebut diumumkan dalam Rapat Paripurna ke-25 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Kamis, 24 Juli 2025.
"Kami setuju dengan adanya perubahan UU terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umroh. Negara harus memberikan pelayanan yang optimal bagi jemaah haji Indonesia," ujar Maman Imanul Haq yang akrab disapa Kiai Maman.
Menurutnya, revisi ini penting agar umat Islam Indonesia bisa menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan khusyuk.
"Revisi ini diharapkan agar negara menyediakan pelayanan yang optimal bagi jemaah," tegasnya dilansir dari laman Parlementaria.
Namun, Kiai Maman juga mengingatkan bahwa masih ada sejumlah persoalan krusial yang perlu diperhatikan dalam revisi UU ini. Salah satunya adalah perlindungan data pribadi dan keamanan siber.
"Dalam revisi UU penyelenggaraan haji dan umrah, perlindungan data pribadi dan keamanan siber belum diatur secara spesifik sehingga dikhawatirkan akan berdampak pada tuntutan hukum lintas negara dan menurunkan reputasi pemerintah," jelasnya.
Ia juga menyoroti kewenangan pendistribusian Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) yang belum jelas. Menurutnya, ini bisa memicu tumpang tindih kebijakan dan birokrasi yang lamban.
"Banyak fungsi teknis seperti pengawasan PIHK/PPIU dan diplomasi kuota masih berada di bawah Kemenag. Tanpa penyelesaian yang efektif, konflik kelembagaan dapat mengancam efisiensi layanan,” kata politisi PKB tersebut.
Kiai Maman juga menyinggung belum jelasnya mekanisme istitha’ah atau kelayakan kesehatan jemaah. Ia khawatir jika parameter ini tidak transparan dan tegas, Indonesia bisa kehilangan kuota haji karena Arab Saudi sangat menekankan standar kesehatan.
Tak kalah penting, ia menyoroti lemahnya skema perlindungan konsumen untuk umrah mandiri. Meskipun visa telah diatur, mekanisme penyelesaian atau jaminan konsumen dinilai belum jelas.
"Tidak ada mekanisme penyelesaian maupun jaminan yang melindungi konsumen sehingga membuka celah penipuan dan masalah hukum jika terjadi kegagalan keberangkatan," ucapnya.
Bagi Kiai Maman, revisi UU ini bukan hanya soal peningkatan layanan, tapi juga memastikan tata kelola ibadah haji dan umrah lebih profesional dan akuntabel.
"Penyempurnaan regulasi ini bertujuan agar tidak hanya sekedar meningkatkan kualitas pelayanan secara menyeluruh, tetapi memastikan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah tetap menjadi prioritas yang dikelola secara profesional dan transparan serta mampu menjawab harapan umat Islam di Indonesia,” pungkasnya.