Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Arab Saudi, Abdulaziz Ahmad. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Arab Saudi memastikan siap terlibat lebih aktif sejak awal dalam proses penyelenggaraan ibadah haji tahun 1447 H/2026 M.
Kesiapan ini ditegaskan langsung oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Arab Saudi, Abdulaziz Ahmad.
Pernyataan itu disampaikan Dubes Abdulaziz saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Haji 1446 H/2025 M yang digelar di Serpong, Banten, Selasa, 29 Juli 2025.
Menurutnya haji adalah ibadah yang kompleks dan masif.
"Kita harus pastikan jemaah dapat menjalankan ibadah dengan sah, aman, dan tertib,” tegasnya.
Karena itu, ia mendorong keterlibatan KBRI Riyadh sejak tahap awal, termasuk dalam hal fasilitasi perizinan, negosiasi kebijakan dengan otoritas Saudi, hingga pendampingan protokol kesehatan dan keimigrasian.
"Termasuk dalam hal fasilitasi perizinan, negosiasi kebijakan dengan otoritas Saudi, hingga pendampingan protokol kesehatan dan keimigrasian," ujarnya.
Dubes menekankan, keterlibatan KBRI lebih awal akan memperkuat diplomasi pelayanan jemaah. Koordinasi lintas kementerian yang dilakukan sejak dini diyakini dapat mencegah banyak persoalan di lapangan.
Ia juga menyinggung sejumlah isu teknis yang masih kerap jadi hambatan, seperti izin operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), akses petugas (tasreh), serta pentingnya komunikasi yang lebih intensif di masa transisi menuju Badan Penyelenggara Haji (BPH).
"Penetapan kloter ke depan perlu mempertimbangkan aspek kebugaran jemaah," ujarnya.
Ia juga menyarankan agar hotel-hotel jemaah di Makkah ditata ulang supaya lebih terklaster dan terintegrasi dengan layanan syarikah.
Menurutnya, sinergi antara petugas, syarikah, dan otoritas transportasi sangat krusial dalam mewujudkan pelayanan haji yang efektif.
“Evaluasi ini bukan kritik, tapi bagian dari upaya membangun sistem yang lebih kuat,” tambahnya.
Menghadapi musim haji 1447 H/2026 M, Abdulaziz mendorong pembenahan menyeluruh di berbagai lini. Mulai dari penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), rekrutmen petugas yang menguasai bahasa asing, sampai penyusunan pedoman teknis kloter dan standar istitha’ah.
Ia juga menyoroti pentingnya pembatasan jumlah syarikah untuk memudahkan pengawasan, serta perlunya klasterisasi hotel berdasarkan wilayah kerja penyedia layanan.
“Transisi ini adalah momentum pembenahan. Jangan dulu menambah kuota, fokus dulu membangun sistem yang kuat,” pungkasnya.
Tambahan informasi, Rakernas mengusung tema “Legacy, Change and Continuity: Mewariskan Fondasi, Mengawal Perubahan, Membangun Keberlanjutan Penyelenggaraan Haji”, dan menjadi forum strategis para pemangku kepentingan untuk menyusun langkah-langkah menuju perbaikan layanan haji secara berkelanjutan.
Pernyataan itu disampaikan Dubes Abdulaziz saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Evaluasi Penyelenggaraan Haji 1446 H/2025 M yang digelar di Serpong, Banten, Selasa, 29 Juli 2025.
KBRI Siap Dampingi dari Hulu ke Hilir
Menurut Abdulaziz, ibadah haji bukan sekadar ritual, tapi juga tantangan logistik dan manajemen skala besar yang menuntut presisi dalam pelaksanaannya.Menurutnya haji adalah ibadah yang kompleks dan masif.
"Kita harus pastikan jemaah dapat menjalankan ibadah dengan sah, aman, dan tertib,” tegasnya.
Karena itu, ia mendorong keterlibatan KBRI Riyadh sejak tahap awal, termasuk dalam hal fasilitasi perizinan, negosiasi kebijakan dengan otoritas Saudi, hingga pendampingan protokol kesehatan dan keimigrasian.
"Termasuk dalam hal fasilitasi perizinan, negosiasi kebijakan dengan otoritas Saudi, hingga pendampingan protokol kesehatan dan keimigrasian," ujarnya.
Dubes menekankan, keterlibatan KBRI lebih awal akan memperkuat diplomasi pelayanan jemaah. Koordinasi lintas kementerian yang dilakukan sejak dini diyakini dapat mencegah banyak persoalan di lapangan.
Ia juga menyinggung sejumlah isu teknis yang masih kerap jadi hambatan, seperti izin operasional Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI), akses petugas (tasreh), serta pentingnya komunikasi yang lebih intensif di masa transisi menuju Badan Penyelenggara Haji (BPH).
Fokus pada Sistem, Bukan Tambah Kuota
Tak hanya soal perizinan, Abdulaziz juga memberi masukan soal pembenahan layanan, mulai dari penyusunan kloter, akomodasi, hingga logistik."Penetapan kloter ke depan perlu mempertimbangkan aspek kebugaran jemaah," ujarnya.
Ia juga menyarankan agar hotel-hotel jemaah di Makkah ditata ulang supaya lebih terklaster dan terintegrasi dengan layanan syarikah.
Menurutnya, sinergi antara petugas, syarikah, dan otoritas transportasi sangat krusial dalam mewujudkan pelayanan haji yang efektif.
“Evaluasi ini bukan kritik, tapi bagian dari upaya membangun sistem yang lebih kuat,” tambahnya.
Menghadapi musim haji 1447 H/2026 M, Abdulaziz mendorong pembenahan menyeluruh di berbagai lini. Mulai dari penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), rekrutmen petugas yang menguasai bahasa asing, sampai penyusunan pedoman teknis kloter dan standar istitha’ah.
Ia juga menyoroti pentingnya pembatasan jumlah syarikah untuk memudahkan pengawasan, serta perlunya klasterisasi hotel berdasarkan wilayah kerja penyedia layanan.
“Transisi ini adalah momentum pembenahan. Jangan dulu menambah kuota, fokus dulu membangun sistem yang kuat,” pungkasnya.
Tambahan informasi, Rakernas mengusung tema “Legacy, Change and Continuity: Mewariskan Fondasi, Mengawal Perubahan, Membangun Keberlanjutan Penyelenggaraan Haji”, dan menjadi forum strategis para pemangku kepentingan untuk menyusun langkah-langkah menuju perbaikan layanan haji secara berkelanjutan.