Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan Bidang Agama Jaja Jaelani. Foto Balitbangdiklat Kemenag.
BeritaHaji.id - Penyelenggaraan ibadah haji 2025 memang telah usai, tapi pekerjaan belum benar-benar selesai. Evaluasi pun langsung digelar.
Salah satunya melalui pembahasan Indeks Kepuasan Layanan Haji Dalam Negeri yang berlangsung di Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025.
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan Bidang Agama, Jaja Jaelani, menyebut momen ini penting untuk refleksi, sekaligus pembenahan. Menurutnya, pengelolaan haji tidak bisa dipandang enteng.
“Banyak yang mengira hanya soal penerbangan, katering, hotel, dan ibadah. Kenyataannya, setiap tahun selalu ada dinamika baru,” ujar Kapus Jaja.
Salah satu tantangan besar yang disoroti adalah perubahan kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
“Tahun lalu syarikahnya hanya satu, tapi tahun ini jadi delapan,” ungkapnya.
Menurut Jaja, perubahan ini berdampak langsung pada sistem akomodasi jemaah hingga pola rombongan. Artinya, manajemen teknis di lapangan harus terus beradaptasi dan tidak bisa stagnan.
Di sisi lain, Jaja juga menekankan pentingnya akurasi data dalam penyusunan indeks kepuasan haji. Ia menyebut integrasi data antar lembaga menjadi keharusan agar hasil survei benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.
“Perlu mengintegrasikan data antara BPS, BRIN, dan Kemenag supaya hasil lebih akurat dan valid,” imbaunya.
Turut hadir sebagai narasumber, Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Arfi Hatim yang membahas kebijakan PHU terkait Indeks Haji Dalam Negeri.
Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembangunan Bidang Agama, Jaja Jaelani, menyebut momen ini penting untuk refleksi, sekaligus pembenahan. Menurutnya, pengelolaan haji tidak bisa dipandang enteng.
“Banyak yang mengira hanya soal penerbangan, katering, hotel, dan ibadah. Kenyataannya, setiap tahun selalu ada dinamika baru,” ujar Kapus Jaja.
Salah satu tantangan besar yang disoroti adalah perubahan kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
“Tahun lalu syarikahnya hanya satu, tapi tahun ini jadi delapan,” ungkapnya.
Menurut Jaja, perubahan ini berdampak langsung pada sistem akomodasi jemaah hingga pola rombongan. Artinya, manajemen teknis di lapangan harus terus beradaptasi dan tidak bisa stagnan.
Di sisi lain, Jaja juga menekankan pentingnya akurasi data dalam penyusunan indeks kepuasan haji. Ia menyebut integrasi data antar lembaga menjadi keharusan agar hasil survei benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.
“Perlu mengintegrasikan data antara BPS, BRIN, dan Kemenag supaya hasil lebih akurat dan valid,” imbaunya.
Turut hadir sebagai narasumber, Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Arfi Hatim yang membahas kebijakan PHU terkait Indeks Haji Dalam Negeri.
Sementara Kepala Bagian Umum Pusdiklat BPS, Watheki, hadir dengan paparan seputar metodologi indeks yang digunakan.