Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kemenag Hilman Latief. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Penyelenggaraan haji khusus 2025 penuh tantangan. Dari regulasi yang terus berubah, sistem yang belum sepenuhnya efisien, hingga maraknya travel tidak resmi yang belum tersentuh pengawasan.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman Latief, menyebut situasi ini sebagai bagian dari dinamika besar yang harus dihadapi seluruh pihak.
Ia menuturkan dalam empat tahun terakhir, regulasi haji berubah hampir setiap tahun.
"Ada yang kembali ke skema lama, ada pula yang benar-benar baru. Ini menunjukkan dinamika yang luar biasa,” kata Hilman dalam kegiatan Review Hasil Pengawasan Internal Penyelenggaraan Haji Khusus Tahun 1446 H/2025 M di Badung, Bali, Selasa, 22 Juli 2025.
Menurutnya, perubahan tersebut tidak lepas dari proses transformasi besar-besaran yang tengah dilakukan Pemerintah Arab Saudi dalam pengelolaan haji.
Lebih lanjut, Hilman menekankan pentingnya posisi haji khusus dalam sistem haji nasional. Ia menilai, meski porsinya hanya sekitar 8 persen dari total kuota Indonesia, haji khusus tetap punya peran strategis.
Ia menuturkan kuota haji khusus adalah bagian dari kuota nasional, yakni sekitar 8 persen dari total kuota yang diberikan kepada Indonesia.
"Maka kesuksesan haji khusus juga merupakan cermin kesuksesan haji Indonesia secara keseluruhan,” jelasnya.
Namun, ia tak menampik masih banyak persoalan yang harus dibereskan. Salah satunya terkait mekanisme pendaftaran dan distribusi kuota haji khusus yang dinilai belum optimal.
Ia menyarankan agar sistem pendaftaran jemaah ke depan dilakukan langsung melalui Kementerian Agama, bukan melalui penyelenggara.
“Sementara pemilihan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dilakukan satu tahun sebelum keberangkatan. Saat ini banyak PIHK yang tidak aktif lagi, sementara jemaah tetap terdaftar di dalamnya. Ini menyulitkan dan perlu dibenahi,” ujarnya.
Tak hanya itu, Hilman juga menyoroti keterbatasan akses terhadap data jemaah dan proses perolehan visa haji khusus yang saat ini masih terpusat di sistem e-Hajj milik Arab Saudi.
“Kami berharap kedepan dapat terjalin kerja sama teknis yang lebih intens, agar proses pemantauan dan pendataan jemaah haji khusus dapat berjalan lebih optimal dan transparan,” ujar Hilman.
Masalah travel ilegal dan lembaga non-BPS BPIH (Badan Pengelola Simpanan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) juga tak luput dari perhatian.
Ia menuturkan pihaknya tidak boleh menyiapkan skema dana talangan.
"Walau di luar sana, banyak lembaga non-BPS BPIH yang melakukannya di luar pengawasan,” tambahnya.
Hilman menegaskan pentingnya menjaga integritas dan transparansi di tengah makin kompleksnya tuntutan dan regulasi internasional.
“Kita harus menjaga integritas, akuntabilitas, dan transparansi dalam penyelenggaraan haji khusus, terutama di tengah semakin kompleksnya tuntutan pelayanan dan regulasi internasional,” tegasnya.
Ia juga berharap agar RUU baru tentang penyelenggaraan haji dan umrah bisa menjadi solusi menyeluruh atas berbagai persoalan yang ada.
Menurutnya regulasi yang kuat akan menjamin hak jemaah dan keberlanjutan layanan haji.
"Haji khusus ke depan bisa menjadi alternatif bagi masyarakat, asal pengelolaannya benar dan transparan,” tutup Hilman.
Kegiatan ini turut dihadiri Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Nugraha Stiawan, Direktur Bina Haji Musta’in Ahmad, para Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia, serta peserta dari pusat dan daerah.