Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan, saat memberikan arahan. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id – Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat sinergi pusat dan daerah demi penyelenggaraan haji khusus yang lebih baik.
Salah satu fokusnya adalah merespons dinamika baru, termasuk kemunculan visa furoda yang jadi perhatian dalam forum evaluasi nasional di Bali.
Kegiatan bertajuk Review Hasil Pengawasan Internal Penyelenggaraan Haji Khusus Tahun 1446H/2025M digelar di Badung, Bali, Minggu, 20 Juli 2025.
Kegiatan bertajuk Review Hasil Pengawasan Internal Penyelenggaraan Haji Khusus Tahun 1446H/2025M digelar di Badung, Bali, Minggu, 20 Juli 2025.
Forum ini dihadiri 124 peserta dari berbagai daerah dan menjadi ajang strategis menghimpun masukan serta memetakan tantangan lapangan.
“Tujuan utama kegiatan ini adalah menghimpun berbagai masukan dan permasalahan yang muncul, baik di tingkat provinsi, nasional, maupun di Arab Saudi,” ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan, saat memberikan arahan dalam forum tersebut.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah visa furoda. Visa ini merupakan skema haji di luar kuota resmi yang dikeluarkan langsung oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui undangan.
“Visa furoda adalah visa haji yang diperoleh melalui undangan langsung dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi di luar kuota resmi haji yang telah ditetapkan untuk setiap negara,” jelas Nugraha.
Ia menegaskan bahwa Kemenag akan terus berkoordinasi dan mencari skema terbaik dalam menyikapi fenomena visa furoda.
“Kemenag akan terus berkoordinasi dan mencari formulasi terbaik dalam mengantisipasi skema visa ini,” ujarnya.
Setiap perubahan regulasi, kata Nugraha, akan ditanggapi dengan cermat agar tak menimbulkan kendala bagi jemaah.
"Setiap perubahan regulasi, terutama yang berkaitan dengan visa furoda, akan direspons dengan cermat untuk memastikan tidak ada kendala bagi jemaah," lanjutnya.
Tak hanya soal visa, forum ini juga membahas evaluasi operasional, termasuk mekanisme pindah PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) yang selama ini masih menyisakan sejumlah catatan.
Nugraha mengungkapkan bahwa Kemenag tengah memperkuat pedoman dan prosedur agar proses pindah PIHK berlangsung tertib dan sesuai aturan.
“Kami akan memastikan setiap proses pindah PIHK berjalan sesuai regulasi, dengan pendampingan yang optimal dari Kanwil Provinsi,” ucapnya.
“Hal ini bertujuan untuk melindungi hak jemaah dan memastikan kelancaran ibadah mereka,” sambungnya.
Di sisi lain, Kemenag juga mengeluarkan tiga regulasi baru berupa Keputusan Menteri Agama (KMA) untuk menguatkan aspek legalitas haji khusus, yakni KMA 72, KMA 73, dan KMA 74. Ketiganya menggantikan aturan sebelumnya yang masih berupa Keputusan Dirjen.
“Peningkatan level regulasi ini menjadi KMA adalah bukti keseriusan kami dalam memberikan payung hukum yang lebih kuat dan jelas bagi penyelenggaraan haji khusus,” terang Nugraha.
Soal skema "lunas tunda ganti" yang berbeda dengan jemaah reguler, Nugraha mengatakan hal ini masih dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang yang sedang digodok.
“Hal ini menunjukkan komitmen Kemenag untuk menjaga kelangsungan inovasi dalam pelayanan haji,” ujarnya.
“Kami terus berupaya agar setiap mekanisme yang terbukti efektif dalam memitigasi kendala jemaah tetap dapat dipertahankan atau diakomodasi dalam regulasi yang baru,” tambahnya.
Oleh karenanya, Kemenag melalui Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus pada Ditjen PHU memegang peran penting dalam mengawasi dan membina PIHK.
Pembinaan dilakukan secara preventif dengan sosialisasi regulasi, melakukan pengawasan, dan penilaian kinerja PIHK, untuk memastikan mereka memenuhi standar layanan yang ditetapkan dalam peraturan mengingkat.
Adapun Hasil dari forum reviu ini nantinya akan disampaikan kepada Menteri Agama dan Dirjen PHU oleh Kepala Badan Penyelenggara Haji. Tujuannya agar bisa ditindaklanjuti dan diformulasikan ke dalam regulasi hukum yang lebih komprehensif, seiring transisi penyelenggaraan haji ke depan.
“Tujuan utama kegiatan ini adalah menghimpun berbagai masukan dan permasalahan yang muncul, baik di tingkat provinsi, nasional, maupun di Arab Saudi,” ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan, saat memberikan arahan dalam forum tersebut.
Salah satu isu utama yang dibahas adalah visa furoda. Visa ini merupakan skema haji di luar kuota resmi yang dikeluarkan langsung oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui undangan.
“Visa furoda adalah visa haji yang diperoleh melalui undangan langsung dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi di luar kuota resmi haji yang telah ditetapkan untuk setiap negara,” jelas Nugraha.
Ia menegaskan bahwa Kemenag akan terus berkoordinasi dan mencari skema terbaik dalam menyikapi fenomena visa furoda.
“Kemenag akan terus berkoordinasi dan mencari formulasi terbaik dalam mengantisipasi skema visa ini,” ujarnya.
Setiap perubahan regulasi, kata Nugraha, akan ditanggapi dengan cermat agar tak menimbulkan kendala bagi jemaah.
"Setiap perubahan regulasi, terutama yang berkaitan dengan visa furoda, akan direspons dengan cermat untuk memastikan tidak ada kendala bagi jemaah," lanjutnya.
Tak hanya soal visa, forum ini juga membahas evaluasi operasional, termasuk mekanisme pindah PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) yang selama ini masih menyisakan sejumlah catatan.
Nugraha mengungkapkan bahwa Kemenag tengah memperkuat pedoman dan prosedur agar proses pindah PIHK berlangsung tertib dan sesuai aturan.
“Kami akan memastikan setiap proses pindah PIHK berjalan sesuai regulasi, dengan pendampingan yang optimal dari Kanwil Provinsi,” ucapnya.
“Hal ini bertujuan untuk melindungi hak jemaah dan memastikan kelancaran ibadah mereka,” sambungnya.
Di sisi lain, Kemenag juga mengeluarkan tiga regulasi baru berupa Keputusan Menteri Agama (KMA) untuk menguatkan aspek legalitas haji khusus, yakni KMA 72, KMA 73, dan KMA 74. Ketiganya menggantikan aturan sebelumnya yang masih berupa Keputusan Dirjen.
“Peningkatan level regulasi ini menjadi KMA adalah bukti keseriusan kami dalam memberikan payung hukum yang lebih kuat dan jelas bagi penyelenggaraan haji khusus,” terang Nugraha.
Soal skema "lunas tunda ganti" yang berbeda dengan jemaah reguler, Nugraha mengatakan hal ini masih dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang yang sedang digodok.
“Hal ini menunjukkan komitmen Kemenag untuk menjaga kelangsungan inovasi dalam pelayanan haji,” ujarnya.
“Kami terus berupaya agar setiap mekanisme yang terbukti efektif dalam memitigasi kendala jemaah tetap dapat dipertahankan atau diakomodasi dalam regulasi yang baru,” tambahnya.
Oleh karenanya, Kemenag melalui Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus pada Ditjen PHU memegang peran penting dalam mengawasi dan membina PIHK.
Pembinaan dilakukan secara preventif dengan sosialisasi regulasi, melakukan pengawasan, dan penilaian kinerja PIHK, untuk memastikan mereka memenuhi standar layanan yang ditetapkan dalam peraturan mengingkat.
Adapun Hasil dari forum reviu ini nantinya akan disampaikan kepada Menteri Agama dan Dirjen PHU oleh Kepala Badan Penyelenggara Haji. Tujuannya agar bisa ditindaklanjuti dan diformulasikan ke dalam regulasi hukum yang lebih komprehensif, seiring transisi penyelenggaraan haji ke depan.