Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Nizar Ali. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
Terbaru, penyidik memanggil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Nizar Ali. Ia diperiksa terkait Surat Keputusan (SK) Menteri Agama era Yaqut Cholil Qoumas, yakni SK Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 H/2024 M.
“Ya biasa nanya soal mekanisme keluarnya SK itu. Kami jawab semua,” ujar Nizar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 12 September 2025, dikutip dari laman Beritasatu.com.
Nizar menuturkan, penerbitan SK pada umumnya diawali dari pemrakarsa, lalu diteruskan oleh sekjen Kemenag ke Biro Hukum. Proses tersebut, katanya, dibahas satu per satu hingga tahap paraf yang melibatkan lima orang.
Meski begitu, Nizar menegaskan posisi sekjen Kemenag tidak berperan langsung dalam pengaturan kuota haji.
“Soal itu enggak tahu karena sekjen bukan leading sector-nya haji. Haji ada di Direktorat Jenderal PHU (Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag),” jelasnya.
Nizar sendiri bukan orang baru di bidang ini. Sebelum menjabat sekjen Kemenag pada 2023, ia sempat menjadi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini mulai disidik KPK sejak 9 Agustus 2025. Langkah itu diambil setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut, pada 7 Agustus 2025.
KPK juga menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung potensi kerugian negara.
Hasil penghitungan awal disebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Tiga orang, termasuk Gus Yaqut, dicegah bepergian ke luar negeri.
Tak hanya KPK, DPR juga menyoroti persoalan ini lewat Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji. Pansus menemukan sejumlah kejanggalan, khususnya terkait pembagian tambahan kuota 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Tambahan kuota itu dibagi rata, masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, sesuai Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen, sementara sisanya 92 persen untuk haji reguler.


 
.png) 
 
 
 
 
