Menag Nasaruddin Umar. Foto Kemenag.
BeritaHaji.id - Rencana peralihan penuh penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama (Kemenag) ke Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) belum bisa dipastikan.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, proses ini masih menunggu kejelasan hukum yang mengikat.
"Kami belum bisa memastikan sekarang karena memang diperlukan undang-undangnya," kata Menag saat berkunjung ke Kompas Gramedia Group, Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Dalam kunjungan tersebut, Menag didampingi jajaran Eselon I Kemenag serta para Staf Khusus Menag. Mereka disambut Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono bersama jajaran jurnalis Kompas dan Kompas TV.
Menurut Nasaruddin, percepatan peralihan ke BP Haji justru akan berdampak baik bagi Kemenag agar bisa lebih fokus pada persoalan lain yang lebih kompleks.
"Semakin cepat beralih ke BP Haji, semakin baik, sehingga Kementerian Agama bisa lebih fokus pada urusan-urusan kompleks lainnya," jelasnya.
Namun ia menegaskan, Kemenag tetap menyiapkan segala kemungkinan sembari menunggu proses berjalan.
"Namun, kami tetap mengantisipasi semua kemungkinan yang bisa terjadi," lanjut Menag.
Saat ini, kata Menag, rancangan undang-undang terkait BP Haji masih berupa usulan yang digulirkan oleh DPR dan harus melalui pembahasan bersama pemerintah.
"Saat ini masih berupa usulan DPR yang harus diajukan ke pemerintah, kemudian dikembalikan lagi ke DPR," ungkapnya.
Di sisi lain, persiapan penyelenggaraan haji tahun depan sudah mulai berjalan. Kemenag tak bisa menunggu terlalu lama.
"Bulan ini, misalnya, sudah harus ada identifikasi calon jemaah. Pada Agustus ini, kita sudah harus memesan tempat di Saudi, apakah nanti di Mina Jadid atau di dalam Mina, semuanya harus ditentukan bulan ini," bebernya.
Meski demikian, Kemenag akan tetap mengikuti arahan hukum yang berlaku.
"Jadi, kami akan taat pada undang-undang dan Keppres," tegas Menag.
Jika pada akhirnya dibutuhkan percepatan proses transisi, Menag menyebut keputusan sepenuhnya berada di tangan Presiden.
"Mungkin nanti perlu percepatan proses, tetapi itu tergantung Bapak Presiden," pungkasnya.
"Kami belum bisa memastikan sekarang karena memang diperlukan undang-undangnya," kata Menag saat berkunjung ke Kompas Gramedia Group, Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Dalam kunjungan tersebut, Menag didampingi jajaran Eselon I Kemenag serta para Staf Khusus Menag. Mereka disambut Pemimpin Redaksi Harian Kompas Haryo Damardono bersama jajaran jurnalis Kompas dan Kompas TV.
Menurut Nasaruddin, percepatan peralihan ke BP Haji justru akan berdampak baik bagi Kemenag agar bisa lebih fokus pada persoalan lain yang lebih kompleks.
"Semakin cepat beralih ke BP Haji, semakin baik, sehingga Kementerian Agama bisa lebih fokus pada urusan-urusan kompleks lainnya," jelasnya.
Namun ia menegaskan, Kemenag tetap menyiapkan segala kemungkinan sembari menunggu proses berjalan.
"Namun, kami tetap mengantisipasi semua kemungkinan yang bisa terjadi," lanjut Menag.
Lantas, bagaimana nasib usulan regulasi peralihan tersebut?
"Semua ini tergantung kepada pemerintah dan DPR. Mungkin dalam 1–2 hari atau minggu ini akan ada kejelasan. Kita doakan saja," ucap Nasaruddin.Saat ini, kata Menag, rancangan undang-undang terkait BP Haji masih berupa usulan yang digulirkan oleh DPR dan harus melalui pembahasan bersama pemerintah.
"Saat ini masih berupa usulan DPR yang harus diajukan ke pemerintah, kemudian dikembalikan lagi ke DPR," ungkapnya.
Di sisi lain, persiapan penyelenggaraan haji tahun depan sudah mulai berjalan. Kemenag tak bisa menunggu terlalu lama.
"Bulan ini, misalnya, sudah harus ada identifikasi calon jemaah. Pada Agustus ini, kita sudah harus memesan tempat di Saudi, apakah nanti di Mina Jadid atau di dalam Mina, semuanya harus ditentukan bulan ini," bebernya.
Meski demikian, Kemenag akan tetap mengikuti arahan hukum yang berlaku.
"Jadi, kami akan taat pada undang-undang dan Keppres," tegas Menag.
Jika pada akhirnya dibutuhkan percepatan proses transisi, Menag menyebut keputusan sepenuhnya berada di tangan Presiden.
"Mungkin nanti perlu percepatan proses, tetapi itu tergantung Bapak Presiden," pungkasnya.